Kamis, 21 April 2011

Perikanan Budidaya Butuh Teknologi Standar

      JAKARTA-Industri perikanan budidaya wajib didukung teknologi standar guna meningkatkan volume produksi.Rata-rata pembudidaya yang bergerak di perikanan budidaya air laut maupun air tawar belum menerapkan teknologi yang standar.
     "Guna meningkatkan volume produksi,teknologi standar mutlak perlu.Kementerian Kelautan dan Perikanan akan memaksimalkan dukungan bagi pembudidaya,"kata Fadel Muhammad,menteri Kelautan dan Perikanan di Jakarta,pekan lalu.
     Sebelumnya,menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad saat temu wicara dengan sejumlah pemangku kepentingan bidang perikanan di Bandung mengatakan,Teknologi standar bagi perikanan budidaya bisa menjamin peningkatan volume produksi."Jika dahulu orang membudidaya ikan secara tradisional,sekarang bisa menggunakan teknologi yang standar.Ini bisa memacu volume produksi ikan,"kata fadel.
     Apalagi,lanjutnya,volume perikanan budidaya akan di tingkatkan dalam berapa tahun kedepan dibanding volume perikanan tangkap."Perikanan tangkap akan sangat tergantung pada alam sedangkan perikanan budidaya lebih mudah ditingkatkan karena mendapat dukungan teknologi,"kata fadel.
     
     Kerambah Jaring Apung
       Pelaksana Tugas (plt) Dirjen Perikanan Budidaya KKP Ketut Sugama menambahkan,industri perikanan budidaya yang akan dikembangkan terpusat melalui program minapolitan yang kini tersebar di 24 lokasi.24 kawasan minapolitan perikanan budidaya antara lain terdapat di Kabupaten Muaro,Jambi dengan komoditas ikan patin,Kambupaten Kampar,Riau (patin),Kabupaten Bogor Jabar(lele),Kabupaten Banyumas,Jatim(gurame) dan Blitar Jatim(ikan koi).Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta untuk lele,Morowali Sulteng(rumput laut),Sumbawa NTB(rumput laut),Sumbawa NTT(rumput laut),dan Banjar Kalsel (patin dan nila).
      Menurut Ketut,teknologi yang akan digunakan seperti pemanfaatan kerambah jaring apung(KJA)yang kini semakin populer di kalangan pembudidaya."KJA menjadi salah satu teknologi standar bisa meningkatkan produksi perikanan budidaya,"kata Ketut.
      Ketut mengatakan KJA yang diproduksi dari bahan dasar plastik bisa membantu pembudidaya ikan air laut dari terjangan gelombang.Selain itu,KJA bisa digunakan di sungai atau danau dengan kualitas perlindungan terhadap ikan atau udang yang dibudidayakan.
      Sementara itu,Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP Viktor Nikijuluw menambahkan selain peningkatan produksi di sisi hulu,pihaknya juga genjar untuk industri hilir.Salah satu upaya itu yakni KKP menjajaki kerja sama dengan pengusaha asal Tiongkon dan Vietnam untuk membangun pabrik pengolahan ikan patin.
     Menurut rencana,pabrik tersebut akan beralokasi di dua sentra produksi iikan patin yakni Kabupaten Kampar (Riau) dan Muaro Jambi di Provinsi Jambi.Viktor memperkirakan investor dari kedua negara tersebut harus mengucurkan modal sekitar Rp50 miliar untuk masing-masing pabrik.
     "Untuk industri pengolahan patin,kita masih harus belajar dari Vietnam dan Tiongkok,"kata Victor.
     Viktor mengatakan,ikan patin sangat strategis untuk konsumsi domestik maupun ekspor.Namun pengolahan dan pemasaran masih lemah,misalnya,hanya memproduksi file patin berkualitas rendah."Kualitas patin kita masih kalah dari Vietnam,"kata dia.Diketahui,harga jual ikan patin segar hanya sekitar 1 dolar AS per Kg.Padahal,bila ikan patin telah diolah menjadi filet,harganya mencapai 3,4 dollar AS per kg.
     Data KKP menyebutkan,produksi patin tahun 2010 sebanyak 273.554 ton.Tahun ini produksi patin ditargetkan naik 40%menjadi 383.000 ton (jjr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar